03 October

TUBERKULOSIS DIKENALI UNTUK DIBERANTAS

Bagaikan petir di siang bolong, begitu tampak nya perubahan ekspresi muka pasien saya yang baru saja didiagnosis menderita penyakit Tuberkulosis (TBC) Paru. Saya yang sedang menjelaskan mengenai kondisi penyakitnya juga tidak luput merasa terkejut dengan hal tersebut. Mukanya yang awalnya masih tampak cerah, pelan-pelan mulai berubah menjadi muram dan ada titik air mata di sudut mata nya.

            Dengan penuh kesabaran dan pengertian, saya mulai menanyakan penyebab dia merasa amat terkejut begitu mengetahu ipenyakitnya. Mula-mula agak sulit saya mengorek isi hatinya tapi dengan pendekatan komunikasi dokter-pasien, perlahan-lahan dia mulai mencurahkan perasaannya kepada saya. Sebagai seorang pegawai perusahaan yang cukup besar ia merasa bingung dan takut penyakitnya akan mempengaruhi kinerja dan karier selanjutnya. Saya pun mulai bisamemaham ikegundahan hatinya, terlebih lagi dia ternyata berencana melangsungkan pernikahan dengan pria idamannya tidak lama lagi. Diapun merasa galau dan khawatir proses pernikahannya akan tertunda jika pihak keluarga calon suaminya tidak setuju dan membatalkan rencana pernikahannya tersebut.

            Setelah saya jelaskan dengan panjang lebar bahwa TBC bias diobati hingga sembuh,tidak akan mempengaruhi pekerjaannya dan obatnya pun tersedia di mana-mana, wajahnya mulai kembali cerah. Terlebih lagi sesudah saya support dengan hadirnya tenaga kesehatan yang siap selalu membantu pengobatannya, ia jadi bertambah semangat.

Peristiwa seperti di atas adalah kenyataan yang terjadi di masyarakat kita mengenai pengetahuan dan stigma negative terhadap penyakit TBC selama ini. Kasus seperti ini bukan hanya terjadi satu dua kali, akan tetapi seringkali terjadi. Kita ketahui bahwa penyakit TBC masih ditakuti oleh awam dan dianggap penyakit yang amat fatal.  

            Sosialisasi pengetahuan dan diseminasi informasi yang dilakukan oleh insan-insan kesehatan memang perlahan-lahan telah mulai mengikis stigma tersebut tetapi masih perlu dilakukan secara masif dan agresif lagi mengikut sertakan sector lain agar masyarakat tidak takut lagi. Di beberapa kasus ternyata dijumpai pasien yang berpendidikan cukup tinggi justru tidak disiplin dalam menjalani masa pengobatan dikarenakan keengganannya meneruskan pengobatan.

            Hal-hal yang perlu ditekankan sebagai pengetahuan dasar penyakit TBC diantaranya penyebab penyakit TBC, pemeriksaan yang diperlukan, adanya obat program bantuan dari Kementerian Kesehatan RI, efek samping obat, dan tempat fasilitas kesehatan yang bias jadi tujuan berobat. Juga perlu dijelaskan cara dan prosedur bila pasien hendak pindah keluar kota agar pengobatannya tidak terputus.

            Fenomena media sosial (social media) yang saat ini amat menjamur dapat diberdayagunakan sebagai  media penyebaran informasi dan konsultasi mengenai penyakit TBC. Dengan fitur-fiturnya yang interaktif, komunikatif dan kreatif akan amat membantu tercapainya sasaran komunikasi tersebut.

            Jadi penyakit TBC harus diketahui dan dikenali agar kita semua dapat menghindari dan memberantasnya hingga tuntas. Insya Allah, semoga.

           

 

 

 

 

Posted by Posted on October 3, 2018