12 November

PERANAN APOTEKER DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN PENGOBATAN PASIEN ASMA

PERANAN APOTEKER DALAM MENINGKATKAN KEPATUHAN PENGOBATAN PASIEN ASMA

apt. Hani Sopiani, S.F

Instalasi Farmasi BBKPM Bandung

 

1.  Definisi Asma

 Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai baik pada anak-anak maupun dewasa. Kata asma berasal dari bahasa Yunani yang berarti terengah-engah. Lebih dari 200 tahun yang lalu, Hippocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernafasan yang pendek-pendek (shortness of breath). Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja yang terkait dengan kesulitan bernafas, termasuk ada istilah asma kardiak dan asma bronkial.


2. Patofisiologi Asma

 

Gejala asma yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang didasari oleh inflamasi kronik dan hipereaktivitas bronkus.                                                                                                            


3. Faktor Penyebab Asma

 

Asma yang terjadi pada anak sangat erat kaitannya dengan alergi. Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti : adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) atau mendapatkan picuan di tempat kerja. Di tempat-tempat kerja tertentu terdapat agen-agen yang dapat terhirup seperti debu, bulu binatang, dll. Kelompok dengan resiko terbesar terhadap perkembangan asma adalah anak-anak yang mengidap alergi dan memiliki keluarga yang mempunyai riwayat asma. Faktor yang dapat meningkatkan keparahan asma diantaranya adalah rhinitis yang tidak diobati atau sinusitis, gangguan refluks gastroesofegal, pemaparan terhadap senyawa golongan beta bloker, faktor mekanik, serta faktor psikis (stress).

 

2.  Terapi Asma

 

Tujuan terapi penyakit asma yaitu untuk memungkinkan pasien menjalani hidup yang normal dengan hanya sedikit gangguan atau tanpa gejala. Tujuan yang lebih khusus lagi yaitu :

a.    Mencegah timbulnya gejala yang kronik dan mengganggu, seperti batuk, sesak napas.

b.    Mengurangi penggunaan beta agonis aksi pendek

c.    Menjaga fungsi paru-paru hingga mendekati normal

d.    Menjaga aktivitas pada tingkat normal (bekerja, sekolah, olahraga, dll).

e.    Mencegah kekambuhan dan meminimalisasi kunjungan darurat ke RS

f.     Menyediakan farmakoterapi yang optimal dengan sedikit mungkin efek samping.

 

Secara umum terapi asma bisa dilakukan secara farmakologi (dengan obat) dan nonfarmakologi. Terapi nonfarmakologi meliputi dua komponen utama, yaitu edukasi pada pasien dan kontrol terhadap faktor-faktor pemicu serangan. Sedangkan terapi secara farmakologi dibagi ke dalam dua golongan, yaitu pengobatan jangka panjang (long term control medications) untuk mengontrol gejala asma dan pengobatan cepat (quick-relief medications) untuk mengatasi serangan asma akut. Beberapa obat yang digunakan untuk pengobatan jangka panjang antara lain inhalasi, steroid beta 2 agonis aksi panjang, kombinasi budesonide dan formoterol, kombinasi salmeterol dan flutikasone. Sedangkan untuk pengobatan cepat sering digunakan bronkodilator (beta 2 agonis aksi cepat), salbutamol, terbutalin, ipratriopium bromide dan kortikosteroid  oral (sistemik).

 

Kesalahan penggunaan obat dapat mengurangi manfaat yang maksimal dalam mengobati pasien asma. Kurangnya pengetahuan pasien mengenai penggunaan 0bat menjadi masalah terpenting dalam kepatuhan. Kepatuhan pasien dalam terapi sangat dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan terapi. Ketidakpatuhan dalam terapi dapat memberikan efek negatif salah satunya adalah tidak terkontrolnya asma  atau seringnya asma tersebut kambuh.

 

Oleh karena itu pelayanan informasi, terutama  tentang penggunaan obat sangat diperlukan sekali dan merupakan kegiatan pelayanan yang harus dilakukan oleh seorang apoteker untuk memberikan informasi yang akurat dan tidak bias kepada pasien, masyarakat  maupun tenaga kesehatan lainnya.

 

4.  Pentingnya Peranan Apoteker

 

Peranan apoteker sangat  penting untuk membantu pasien mendapatkan pengobatan yang terbaik, hal ini karena :

a.  Apoteker dapat membantu pengobatan melalui pengetahuan yang dimilikinya:  Di beberapa negara di dunia, apoteker lebih sering berkonsultasi dengan pasien dibanding dokter, karena mereka lebih mudah diakses dan lebih sering dikunjungi saat membeli obat. Bahkan ketika pasien didiagnosis asma, dokter menghadapi tantangan membantu mereka lebih berat dalam memahami penyakit mereka dan bagaimana pengobatan dapat membantu mengelola kondisi mereka. Sebagai titik signifikan dari kontak pasien, apoteker dapat berperan dalam mendidik pasien tentang asma dan pengobatannya.

b.  Apoteker dapat membantu meningkatkan kepatuhan dan manajemen yang efektif: Seringkali pasien yang berobat tidak benar-benar memahami kondisi mereka atau cara obat bekerja terhadap asmanya. Studi telah menemukan kepatuhan terhadap obat jangka panjang menjadi rendah (sekitar 30-40%), yang pada gilirannya dapat menyebabkan managemen penyakit kurang efektif. Apoteker dapat memainkan peran kunci dalam membahas rencana tindakan asma dan mempromosikan pemahaman dan kepatuhan terhadap obat yang diresepkan.

c.   Apoteker dapat meninjau dan merujuk pasien ke dokter jika diperlukan: Frekuensi pasien dalam membeli kembali obat mereka adalah tanda-tanda apakah asma mereka dikelola dengan baik atau tidak. Apoteker dapat melacak frekuensi ini dan membantu untuk memantau kondisi pasien. Dalam kasus di mana ada indikasi dari terlalu sering menggunakan obat atau tanda-tanda asma tidak terkontrol, apoteker dapat membantu mengidentifikasi dan merujuk mereka ke dokter mana diperlukan.

 

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien terutama pasien asma, maka apoteker diharapkan bisa memberikan edukasi terhadap pasien, sehingga dengan adanya edukasi ini diharapkan bisa mengubah perilaku pasien menjadi lebih baik. Edukasi yang bisa dilakukan oleh apoteker diantaranya :

a.  Mengedukasi pasien mengenai fakta dasar tentang asma. Bagaimana membedakan saluran nafas yang normal dengan pasien asma, apa yang terjadi ketika serangan asma.

b.  Mengedukasi pasien tentang pengobatan asma. Bagaimana obat bekerja, bagaimana pengobatan jangka panjang dan pengobatan serangan akut .

c.   Mengedukasi tentang teknik penggunaan inhalasi yang benar.

d.  Memantau penggunaaan obat pada saat refill

e.  Mengedukasi pasien untuk memantau kondisinya, bagaimana memantau gejala dan mengenal kapan kondisi memburuk, kapan dan bagaimana melakukan tindakan darurat.

f.    Mengedukasi pasien untuk mengidentifikasi dan menghindari faktor resiko.

 

Hal ini bisa terlaksana apabila apoteker memahami peranannya serta memegang teguh dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.

 

 

 

Daftar Pustaka :

[1]     Anonim, (2008). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1023/Menkes/SK/XI/2008.Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

[2]     Ikawati, Z. (2007). Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan. Pustaka Adipura. Yogyakarta.

[3]     Pratiwi, H., Choironi, A.N., Warsinah. (2017). Pengaruh Edukasi Apoteker Terhadap Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Terkait Teknik Penggunaan Obat. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5 (2) : 44-49.

[4]     Triasari, A.N., Yulianti,T. (2013). Evaluasi  Kepatuhan Penggunaan Obat Antiasma Pada Penderita Asma Kronik Rawat Jalan di RS “X”. Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

[5]     Ramachardan, Sharmila., (26 September 2016). Majalah Farmasetika.  https://farmasetika.com/2016/09/26/3-alasan-kuat-mengapa-apoteker-berperan-penting-dalam-terapi-penyembuhan-asma. [ diakses pada tanggal 30 Oktober 2020 pukul 20.00 ]

Posted by Posted on November 12, 2020