11 March

ANEMIA GIZI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU

ANEMIA GIZI PADA PENDERITA TUBERKULOSIS PARU


Hilda Prasanti Nugraheni, AMG

Instalasi Gizi BBKPM Bandung


Anemia merupakan suatu keadaan ketika jumlah sel darah merah atau konsentrasi pengangkut oksigen dalam darah (Hb) tidak mencukupi untuk kebutuhan fisiologis tubuh. Defisiensi zat besi (Fe) berperan besar dalam terjadinya anemia, dan menjadi penyebab utama anemia gizi yang umum terjadi di dunia. Penyebab anemia lainnya dapat berupa infeksi kronik, khususnya tuberkulosis, malaria maupun ascariariasis serta defisiensi asam folat. Negara yang memiliki prevalensi anemia lebih besar dari 20% umumnya disebabkan oleh defisiensi zat besi atau kombinasi defisiensi Fe dengan kondisi lainnya seperti status sosioekonomi.1 Tuberkulosis (TB) dapat menyebabkan kelainan pada darah tepi salah satunya anemia.

Prevalensi anemia dilaporkan sebesar 16% sampai 94% pada pasien dengan TB paru.2 Yaranal dkk, pada tahun 2013 menunjukkan bahwa terjadi anemia pada pasien TB sebanyak 74% kasus. Pada pasien TBC, anemia bisa bermanifestasi sebagai anemia terkait penyakit kronis, anemia karena batuk darah (Hemoptisis), anemia akibat malnutrisi.3 Malnutrisi sering ditemukan pada pasien dengan TB paru. Data menunjukkan bahwa penderita TB yang menderita anemia mengalami kurang gizi, hal tersebut sesuai dengan studi oleh Oliveira, et al  tahun 2014 yang menyebutkan 68,7% TB paru penderita anemia memiliki BMI 18,21 kg /m2, sehingga disimpulkan anemia terkait dengan malnutrisi.4 

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan TB paru aktif mengalami malnutrisi, yang ditunjukkan dengan penurunan kadar protein viseral, indeks antropometri dan status mikronutrien. Malnutrisi dan anemia merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita TB. Tuberkulosis dapat menyebabkan berat badan dibawah normal dan defisiensi mikronutrien karena terjadinya malabsorpsi, meningkatnya kebutuhan energi, terganggunya proses metabolik dan berkurangnya asupan makanan karena penurunan nafsu makan dan dapat mengarah terjadinya kondisi wasting.4

Anemia dapat berkembang sebagai efek sekunder dari suatu proses penyakit yang tidak secara fisik menginvasi sumsum tulang atau secara cepat mempercepat pembentukan eritrosit. Suplementasi zat besi direkomendasikan untuk pengobatan anemia defisiensi besi. Anemia terkait TB sepenuhnya sembuh dengan pengobatan anti-TB pada 64,5% pasien serta makanan gizi seimbang.5 Kekurangan gizi dan sindrom malabsorpsi dapat memperdalam keparahan anemia. Status gizi dan utilisasi/penggunaan zat gizi menjadi terganggu akibat adanya infeksi. Selain itu dengan adanya infeksi, kebutuhan zat gizi menjadi meningkat karena tubuh memerlukan energi untuk melawan penyakit.2 Adanya ketidakmampuan memenuhi kebutuhan zat gizi yang meningkat akan mengakibatkan tubuh mengalami defisiensi / kekurangan zat gizi terutama energi dan protein. Karena itulah tubuh menggunakan cadangan energi yang menyebabkan penurunan berat badan, lemah dan status gizi menurun.6

Kondisi diatas menunjukkan pentingnya perencanaan kebutuhan gizi dan pemantauan terhadap asupan makanan serta status gizi pasien, disamping pemantauan terhadap pengobatan tuberkulosis. Intervensi gizi berupa edukasi dan konseling gizi diberikan pada pasien tuberkulosis sebagai upaya meningkatkan pengetahuan dan perubahan perilaku gizi sehingga tercapai pemenuhan asupan gizi yang optimal.6  Intervensi gizi yang dilakukan pada pasien ini untuk mengatasi anemia adalah dengan memberikan asupan makronutrien dan mikronutrien yang adekuat. Kurang energi dan protein dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terhadap infeksi yang akan meningkatkan sitokin proinflamasi yang menyebabkan anemia. Asupan energi dan protein yang memadai diperlukan untuk mengurangi peradangan dan meningkatkan penyerapan zat besi. Minimal 1.700 kkal / hari dan 1,7 – 2,0 gr / kg / hari asupan protein yang diperlukan untuk mempertahankan anabolisme pada pasien dengan penyakit kronis untuk mencegah dan mengobati anemia.5 Di bawah ini alur pelayanan pasien TB yang membutuhkan konseling gizi. 

Agar tujuan intervensi tercapai maka edukasi dan konseling gizi harus melibatkan keluarga dan pendamping dengan menekankan pentingnya memenuhi kebutuhan gizi untuk mendukung keberhasilan pengobatan. Penatalaksanaan pasien tuberkulosis membutuhkan koordinasi dan kolaborasi tim kesehatan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan. Sesuai rekomendasi WHO Semua orang dengan TB aktif harus menerima konseling gizi untuk menilai status gizi dan diberikan edukasi gizi yang sesuai berdasarkan status gizi saat diagnosis dan selama masa pengobatan.6 Konsumsi gizi yang seimbang dengan tinggi kalori dan protein dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit Tuberkulosis dengan anemia selain pemberian suplementasi Fe. 


DAFTAR PUSTAKA

[1] Miyata, S, Tanaka, M dan Ihaku, D. (2013). The Prognostic Significance of Nutritional Status Using Malnutrition Universal Screening Tool In Patients With Pulmonary Tuberculosis. Nutrition Journal.

[2] Lee SW, Kang YA, Yoon YS, Um SW, Lee SM,Yoo CG, et al. (2006). The Prevalence And Evolution Of Anemia Associated With Tuberculosis. Journal of Korean Medical Sciences. 2006: 21: 1028-32.

[3] Adzani, et.al. (2016).  Profile of Anemia on Lung Tuberculosis at Dr. Hasan Sadikin General Hospital and Community Lung Health Center Bandung. Althea Medical Journal. 2016:3(1).

[4] Isanaka, Sheila, et al. (2012). Iron Deficiency and Anemia Predict Mortality in Patients with Tuberculosis. The Journal of Nutrition.

[5] Das, BS, et al. (2003). Effect of Iron Supplementation on Mild to Moderate Anaemia In Pulmonary Tuberculosis. The British Journal of Nutrition.

Kemenkes, RI. (2014). Pedoman Pelayanan Gizi Pada Pasien Tuberkulosis. Jakarta


Posted by Humas BBKPM Bandung Posted on March 11, 2021