06 July

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN IKAN SIDAT SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER VITAMIN A

 

PEMANFAATAN LIMBAH PENGOLAHAN IKAN SIDAT

 SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER VITAMIN A

 

Hilda Prasanti Nugraheni, AMG

(Instalasi Gizi BBKPM Bandung UPF Garut)

 

Ikan sidat (Anguilla bicolor) merupakan salah satu jenis ikan yang hidup di perairan Indonesia bernilai ekonomis tinggi dengan rasa daging enak dan gurih. Sidat mengandung vitamin A lebih tinggi yaitu sekitar 1.600 SI/100 gr dibanding dengan telur ayam (213 SI/100 gr) dan ikan belut (171 SI/100 gr). 1,2

 

Ikan sidat (Anguilla bicolor) merupakan ikan yang sekarang sudah dibudidayakan dengan nilai jual tinggi baik dalam keadaan hidup, beku dan olahan. Ikan ini belum begitu familiar bagi masyarakat Indonesia karena harga cukup mahal untuk dikonsumsi sehari-hari, padahal ikan ini sangat laku di pasar internasional terutama Jepang, Hongkong dan beberapa negara Eropa karena dipercaya memiliki manfaat bagi yang mengonsumsinya. Salah satu olahan sidat terkenal di Jepang yaitu unagi kabayaki.1,2

 

Gambar 1. Ikan Sidat (Anguila bicolor)

 

Sumber: https://news.kkp.go.id/index.php/kkp-lakukan-pengumpulan-dan-pengolahan-data-perikanan-tangkap-benih-sidat/

Permintaan ekspor yang tinggi dalam bentuk olahan seperti sidat panggang menghasilkan sisa pengolahan seperti kepala, hati dan tulang juga meningkat. Industri pengolahan belum memanfaatkan hasil samping dan limbah dengan optimal. Salah satu pemanfaatan yang dapat dilakukan adalah mengolahnya menjadi tepung.

 

Tepung ikan sidat (Anguilla bicolor) mengandung zat gizi tinggi berpotensi menjadi bahan nutraceutical. Kata "nutraceutical" adalah kombinasi dari kata "nutrisi" dan " farmasi ", diciptakan pada tahun 1989 oleh Stephen L. DeFelice, pendiri dan ketua Yayasan Kedokteran Inovasi. Nutraceutical didefinisikan sebagai zat apa pun yang merupakan makanan atau bagian dari makanan yang memberikan manfaat medis atau kesehatan, termasuk pencegahan dan perawatan penyakit. Nutraceutical seringkali disebut sebagai functional foods atau makanan fungsional. 3,4,5

 

Aplikasi pemanfaatan tepung ikan mutu pangan telah banyak dilakukan (Kusharto et.al, 2012; E.Tarau 2011, Ferazuma et.al, 2011) namun peran tepung ikan hanya sebagai pangan substitusi / fortifikasi pada produk pangan fungsional termasuk makanan seperti biskuit, crackers, dan bubur bayi. Peran tepung ikan belum sepenuhnya sebagai sumber pangan utama, atau bahkan dikonsumsi langsung tanpa tambahan pangan lainnya.1,3,4

 

Tepung hati sidat mempunyai nilai Vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan tepung tulang dan tepung kepala. Berdasarkan hasil uji cemaran logam (Pb, Sn, Hg, As, Cd) dan mikroorganisme (salmonella Sp) tepung kepala, hati dan tulang sidat aman dari cemaran logam dan mikroorganisme tersebut sehingga dapat langsung dikonsumsi atau dikemas dalam bentuk kapsul.

 

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang memiliki keterkaitan dan peran sebagai agen anti infeksi bagi tubuh. Asupan yang tidak adekuat terutama bahan makanan sumber vitamin A dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat dalam pangan hewani. Tepung sidat merupakan salah satu sumber hewani mengandung senyawa fungsional vitamin A dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional.

 

Sumber vitamin A terbaik yang selama ini direkomendasikan adalah hati sapi karena hati berperan sebagai tempat menyimpan vitamin A utama di dalam tubuh. Hati ikan sidat yang berlimpah sebagai limbah berpotensi menjadi sumber vitamin A alami. Hati sidat yang telah terkumpul sebagai sisa hasil pengolahan, diolah menjadi tepung agar lebih bernilai ekonomis.2,5

 

Gambar 2. Kegiatan Pengolahan Ikan Sidat

 

Sumber: https://ekonomi.bisnis.com/read/20200712/99/1264778/kkp-dorong-pemda-dan-pengusaha-budidaya-ikan-sidat-

 

Hati ikan juga dapat diekstraksi menjadi bentuk suplemen yaitu minyak hati ikan (ikan cod, ikan hiu dll). Aroma minyak ikan biasanya agak amis sehingga sebagian orang tidak menyukainya, disamping itu konsumsi minyak ikan dalam jangka panjang tidak direkomendasikan terutama pada penderita gangguan metabolisme lemak. Dosis pemberian lebih dari 3 gr setiap harinya dapat menimbulkan efek samping yang dapat mengganggu kesehatan seperti gangguan sistem kekebalan tubuh, perdarahan serta kecenderungan peningkatan kolesterol.6

 

Vitamin A selama ini hanya dikenal sebagai vitamin yang berfungsi untuk penglihatan. Fungsi lain dari vitamin A cukup banyak diantaranya yaitu untuk meningkatkan imunitas tubuh dari infeksi, pertumbuhan dan perkembangan, memiliki sifat antioksidan. Vitamin A juga memiliki interaksi sinergis dengan mineral besi yaitu membantu penyerapan besi terutama pada tablet tambah darah.5,6

 

Berdasarkan hasil proksimat, kandungan vitamin A pada tepung kepala lebih tinggi dibandingkan tepung kepala dan tepung tulang. Jadi, tepung hati ikan sidat yang tinggi vitamin A dapat dijadikan alternatif sumber vitamin A karena tepung hati sidat dapat langsung dikonsumsi tanpa tambahan bahan pangan atau inert lainnya. Keunggulan yang dimiliki ikan sidat ini berpotensi untuk dijadikan produk pangan fungsional. Tepung hati dapat dijadikan produk nutraceutical sumber vitamin A.1,2,4

 

 

Daftar Pustaka

1.       Widyasari1 RHE, Kusharto CM, Wiryawan B, Wiyono ES, Suseno SH. Pemanfaatan Limbah Ikan Sidat Indonesia (Anguilla Bicolor) Sebagai Tepung pada Industri Pengolahan Ikan di Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi. J Gizi Dan Pangan. 2013; 8(November): 215–20.

2.       Affandi R. Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Sidat , Anguilla Spp. In: Seminar Riptek Kelautan Nasional. 2010. p. 210–2.

3.       Semba RD. The Role of Vitamin A and Related Retinoids in Immune Function. Nutr Rev. 1998;56(1):S38–48.

4.       E.Susanto. Senyawa Fungsional dari Ikan. J Apl Teknol Pangan. 2012;vo.1 No 4:92–102.

5.       Dewanto H. Vitamin dan Mineral dalam Farmakologi dan Terapeutik. Edisi Keli. Jakarta: Percetakan Gaya Baru.; 2007. p. 769-92.

6.       Ridwan E. Kajian Interaksi Zat Besi dengan Zat Gizi Mikro lain dalam Suplementasi (Review of Interactions Between Iron and Other Micronutrients in Supplementation). Penel Gizi Makan. 2012;35(1):49–54.

 

 

 

 

 

Posted by Humas BBKPM Bandung Posted on July 6, 2022